“Yah, kita terlambat deh, Yu.” keluh Dinda.
“Sudah lewat lima menit nih”, Ayu langsung lunglai.Kuliah pertama hari ini dosennya killer banget, namanya Pak Sundjoto. Ia benar-benar takut sama Pak Sundjoto. Namanya saja sudah Sundjoto, bagaimana senjatanya. Finally, mereka harus bolos kuliah. Itu lebih baik, daripada mereka harus dihukum menyalin tugas statistik tujuh kali.
Cerita Dewasa : “Ya udah deh, aku mandi dulu. Kau juga Din, nanti masuk angin” kata Ayu sambil segera masuk ke kamarnya dengan lemas.
Dinda benar-benar merasa bersalah.
Seharusnya ia tak terlalu lama memilih-milih bra tadi, tapi Dinda memang
paling senang pilih-pilih underwear. Bisa dikategorikan bahwa Dinda
seorang kolektor underwear. Akibatnya mereka harus mengejar waktu
menembus hujan yang cukup deras, tapi nyatanya tetap harus terlambat.
Untuk menebus kesalahannya itu Dinda memasakkan mie goreng untuk Ayu.
Ayu gemar banget sama mie goreng, dan itu merupakan senjatanya untuk
meminta maaf kepada Ayu.
Dinda tak peduli kedinginan. Tanpa harus
mandi dulu, ia sudah menggorengkan mie untuk Ayu. Lalu Dinda segera
membawa mie goreng “made in” dirinya ke kamar Ayu. Ayu kaget ketika
Dinda tiba-tiba masuk ke kamarnya begitu saja. Pasalnya Ayu belum
selesai memakai bajunya. Ia masih bertelanjang dada. Untung bagian
paling sensitifnya sudah ‘diamankan’ sebelum Dinda masuk tadi.
Dinda juga tak kalah kagetnya. Ia sampai
terbengong-bengong memandangi pemandangan indah yang terhampar di depan
matanya. Kedua bukit kembar Ayu membusung di depannya. Sekal membulat
sedikit berlebihan untuk tubuhnya yang agak kurus. Kedua bola mata Dinda
yang bening nanar memandangi kedua daging kecil coklat kemerah-merahan
yang bertengger di kedua ujung bukit kembar itu. Darah Dinda bagai
disiram air hujan, dingin menggigil. Ia terbayang beberapa adegan blue
film yang pernah ditontonnya.
Hujan semakin deras di luar. Petir mengelegar memekakkan telinga. Dinda tersentak mendengarnya.
“Ah, maaf Yu. Aku tak sengaja. Ini mie goreng untukmu. Makanlah selagi hangat,” kata Dinda sedikit gugup.
Diletakkannya sepiring mie goreng itu di meja rias. Dinda segera berbalik hendak pergi tapi urung karena Ayu memanggilnya.
“Din, aku masuk angin. Kamu mau kerokin kan aku?” pinta Ayu.
Mulanya Dinda ingin menolak. Dia takut
birahinya muncul dan salah tempat karena Ayu dan Dinda sejenis. Tapi
melihat wajah memelas Ayu, perasaan bersalah Dinda kembali muncul.
Bagaimanapun juga Dinda yang menyebabkan Ayu jadi masuk angin. Akhirnya
Dindapun bersedia menuruti permintaan Ayu.
“Sebentar aku ambilkan balsemnya,” ujar Dinda segera keluar kamar Ayu.
Tapi ternyata Ayu menyusul Dinda. Ayu
berfikir di kamar Dinda juga tidak apa-apa, sama saja. Maka dengan hanya
mengenakan CD-nya Ayu masuk ke kamar Dinda. Tentu saja Ayu tidak perlu
khawatir karena mereka hanya berdua di rumah itu saat ini.
“Disini saja, Din.” kata Ayu membuat Dinda terkejut tak menyangka Ayu akan menyusul ke kamarnya.
Ayu menelungkupkan badannya diatas
ranjang. Kemudian Dinda duduk di tepi ranjang untuk mulai mengerokin
kulit punggung Ayu. Tapi niat itu urung dengan tiba-tiba. Jemari Dinda
menyentuh kulit punggung Ayu sekilas. Kulit punggung Ayu halus sekali.
Punggung Ayu yang agak kecoklat-coklatan
nampak belang di bagian yang biasa tertutup tali bra. Tanpa sadar Dinda
menyentuhkan jari telunjuknya menyusuri bagian punggung Ayu yang belang
itu. Dari punggung atas teruuss menyamping. Ayu yang merasa kegelian
membalikkan badan. Pada saat itulah tanpa sengaja jari telunjuk Dinda
menyentuh payudara kiri Ayu.
“Kenapa, Din?” tanya Ayu sedikit mengatupkan mata menahan rasa merinding di tubuhnya.
“Kulitmu halus sekali.”ujar Dinda dengan nafas tersendat.
“Kulitmu halus sekali.”ujar Dinda dengan nafas tersendat.
Mata Dinda kembali tertuju pada bukit kembar yang terpampang di depannya.
“Milikmu besar sekali.” lanjut Dinda.
“Kamu sudah pernah ML (make love) ya?”
“Siapa bilang? Ini keturunan.”, jawab Ayu sambil sedikit mengangkat bukit kirinya ke atas, bagaikan menantang setiap tangan untuk memegangnya.
“Kamu sudah pernah ML (make love) ya?”
“Siapa bilang? Ini keturunan.”, jawab Ayu sambil sedikit mengangkat bukit kirinya ke atas, bagaikan menantang setiap tangan untuk memegangnya.
Birahi Dinda yang mulai terbakar dan
imbas dari kehujanan tadi membuat Dinda menggigil. Kemudian
dilepaskannya kaosnya yang sudah agak kering. Tersembulah dua bukit
kembar Dinda yang masih terbalut kain bra. Dua bukit yang sebenarnya
agak kecil itu terlihat lebih besar dari ukuran sebenarnya karena
menegang menahan birahi Dinda yang mulai meluap. Entah mengapa Ayu
menjadi senang ketika Dinda melepas kaosnya.
“Milikmu juga besar Din.” kata Ayu.
Dinda memandangi kedua bukit yang masih tertutup kain itu
“Coba aku buka ya” pinta Ayu.
Ayu menempelkan tubuhnya ke tubuh Dinda
untuk membuka pengait bra di punggung Dinda sehingga Dinda mudah untuk
melepaskannya. Mata Ayu berbinar-binar memandangi dua bukit kembar
ukuran 32 milik Dinda itu. Walau sedikit lebih kecil dari miliknya, tapi
milik Dinda itu nampak lebih ranum. Tentu saja itu karena birahi Dinda
yang mulai bergolak. Tiba-tiba Dinda melepaskan klok yang dipakainya.
Sesekali gerakannya tersendat. Kini mereka berdua sama. Hanya memakai CD
tanpa penutup lain.
“Yuu.. aku rasanya mau..” suara Dinda mendesah
“Mau apa?” tanya Ayu dengan tatapan menggoda.
“Aku tak bisa menahannya Yu..” suara Dinda makin mendesah.
“Mau apa?” tanya Ayu dengan tatapan menggoda.
“Aku tak bisa menahannya Yu..” suara Dinda makin mendesah.
Tahulah kini Ayu apa yang diinginkan
Dinda. Ia segera menarik tuduh Dinda merebah. Kemudian dirabanya dada
Dinda perlahan dan lembut. Diresapinya kehalusan kulit Dinda senti demi
senti. Disentil-sentilnya puting payudara Dinda setiap kali jemari Ayu
menyentuhnya. Dada Ayu bergemuruh, nafasnya naik turun. Sedang Dinda
tersengal-sengal menikmati setiap sentuhan Ayu.
“Yu.. ooh.. dinginn..”
“Din.. kamu menggairahkan banget.. aku.. juga mau..”
“Din.. kamu menggairahkan banget.. aku.. juga mau..”
Ayu mulai gelap mata. Kini ditindihnya
tubuh Dinda. Bibir Ayu menyentuh bibir Dinda. Dilumatnya bibir bawah
Dinda dengan rakus, dihisap dan digigit-gigit kecil. Dipermainkannya
lidah Dinda dengan lidahnya hingga membuat Dinda berkerjap-kerjap. Bukit
kembar mereka saling menghimpit. Keduanya nampak seperti kembar siam
saja, saling menempel dan melumat. Dinda menggesek-gesekkan kemaluannya
pada kemaluan Ayu berirama. Sedangkan kedua tangannya telah
meremas-remas kedua bokong Ayu yang semok dan sekal. Nafas keduanya
semakin memburu menikmati apa yang belum pernah sekalipun mereka
rasakan.
“Ahgh.. Yu.. enak.. teruus aahh” rintih Dinda di sela-sela cumbuan Ayu.
Bibir Ayu turun menjilati leher Dinda
yang jenjang dan memberikan gigitan-gigitan kecil sehingga nampak noda
merah di beberapa tempat di leher Dinda. Gejolak birahi Dinda yang telah
bergolak bagai tak bisa dibendung menyambar-nyambar bagai kilat di sore
itu. Dibalikkannya tubuh Ayu sekuat tenaga.
Kini posisi mereka berbalik. Dinda yang
berbadan lebih besar menghimpit tubuh Ayu. Tanpa banyak pikir diremasnya
bukit kembar Ayu bergantian. Makin lama semakin keras. Ayu meringis
menahan sakit. Lalu Dinda memasukkan puting merah kecoklat-coklatan itu
ke dalam mulutnya. Di dalam mulutnya Dinda meniup dan menghisap daging
kecil itu. Dijilatinya beberapa bagian yang bisa digapai oleh lidahnya.
Kemudian digigit-gigitnya gemas daging yang sudah sangat keras itu.
“Achh..” teriak Ayu kesakitan.
Ayu membenamkan kepala Dinda ke dadanya
yang semakin dibusungkan. Ayu benar-benar melayang. Manakala jemari
Dinda mulai meraba-raba isi dibalik CD-nya. CD itu telah basah
bermandikan lendir yang berasal dari lubang vagina Ayu. Dinda
meraba-rabanya. Tangannya kini telah menelusuri setiap lekuk bukit belah
yang berumput basah itu. Disentilnya sesekali ketika cemarinya
menyentuh daging kecil yang tersembul di antara belahannya.
“Ehh.. nikmat sekali Din.. teruss lakukan teruss.. ehh” Ayu mengerang kenikmatan.
Dinda tak banyak bicara. Ia hanya
mendengus-dengus memburu sambil terus mengulum puting susu Ayu.
Ditekannya vagina Ayu dengan telapak tangannya. Tersembur cairan kental
dari lubang vagina Ayu yang kini menempel di tangannya. Dinda
menghentikan kulumannya. Dilihatnya telapak tangannya yang basah oleh
cairan dari lubang vagina Ayu itu. Dijilatnya cairan itu. Tak berasa.
“Kenapa berhenti, Din?” kata Ayu kesal.
“Ikuti petunjukku Ayu,” pinta Dinda.
“Ikuti petunjukku Ayu,” pinta Dinda.
Dinda segera melepas CDnya. Kini ia
dalam keadaan telanjang bulat. Tak selembar kainpun membalut tubuhnya.
Dilemparkannya CD yang telah basah itu entah kemana. Kemudian dilepasnya
pula CD milik Ayu. Ayu membantu Agen Casino Maxbet dengan meregangkan selangkangannya.
Kini mereka telah sama-sama polos seperti bayi.
Dinda kini berganti posisi tidur.
Tubuhnya masih tetap menindih tubuh Ayu. Tapi mukanya kini sudah berada
di atas selakang Ayu. Dan wajah Ayupun sudah berada di bawah selakang
Dinda. Dinda memulainya dengan menciumi vagina Ayu. Kemudian lidahnya
mulai bermain-main di rerumputan yang telah basah itu.
Ayu bagai diperintah mengikuti semua
yang dilakukan Dinda. Disapunya semua bagian vagina Dinda yang ditumbuhi
bulu-bulu yang agak jarang. Dijilat-jilatnya klitoris Dinda lalu
dihisapnya agak kuat. Dinda mendesis-desis kegelian. Lalu dilakukannya
hal serupa pada vagina Ayu membuat Ayu bergelinjangan. Ditekan-tekannya
kembali vagina Ayu dengan telapak tanggannya. Suur.. cairan kental itu
kembali keluar. Dijilatinya dinding vagina Ayu sehingga membuat Ayu
semakin terlena.
Tiba-tiba Dinda melihat lubang berwarna
coklat kemerah- merahan yang agak terkatup. Dijilat-jilatnya lubang itu,
Ayu bergelinjangan. Dinda terus menjilatinya sambil mengingat-ingat
salah satu blue film yang pernah ditontonnya. Mungkin lubang inilah yang
dimaksud. Lubang yang selalu disodok oleh penis kalau ingin mendapatkan
kepuasan tertinggi. Mata Dinda berbinar-binar. Ia berguling ke samping,
lalu membisikkan sesuatu ke telinga Ayu.
“Aku akan membawamu terbang, Yuu..”
Ayu mengangguk pasrah. Yang terpenting
baginya adalah menikmati permainan Dinda selanjutnya. Dinda meraih
sebatang wortel dari rak sayur di bawah meja. Kemudian ditekuknya siku
kaki Ayu dengan posisi agak mengangkang sehingga kepala Dinda mudah
mencumbu kembali bagian terpeka Ayu itu. Dengan perlahan ditusukkannya
ujung wortel itu ke dalam lubang kemaluan Ayu. Ayu merintih-rintih
kesakitan. Vaginanya terasa panas dan nyeri. Tapi Dinda terus
mendorongnya ke dalam.
“Aaahh..” Ayu menjerit badannya terduduk seketika.
Matanya liar memandangi benda apakah
gerangan yang telah membuatnya merasa kesakitan. Darah segar menyembur,
keperawanan Ayu telah amblas. Dinda menarik keluar batang wortel itu,
tapi belum sampai keluar Agen Casino Sbobet sepenuhnya, sudah dimasukkan kembali. Mata
Dinda mengerjap-ngerjap. Sedang Ayu memandangi batang wortel yang
keluar-masuk lubang keperawanannya dengan nafas menghentak-hentak. Ada
rasa nikmat di antara rasa nyeri di lubang kewanitaannya.
Kemudian direbutnya batang wortel itu
dari tangan Dinda. Dimasukkannya ujung wortel itu lebih dalam dengan
tangganya sediri. Matanya terpejam menikmati kenikmatan yang luar biasa.
Dinda yang merasa kelelahan tergeletak bersimbah keringat.
Hatinya bergemuruh mengenang yang
barusan terjadi. Ada apa dengannya? Apakah dia sudah menjadi seorang
lesbi? Ah, tidak! Ia masih normal! Hati Dinda berontak. Ia segera
berlari keluar kamar sebelum Ayu kembali memburunya dengan batang wortel
yang masih bersimbah darah keperawanan Ayu.
No comments:
Post a Comment